Kamis, 08 Mei 2025

Memahami Tarekat Sufi An-Nahdliyah

Tarekat dan kaum Nahdliyin sangat identik dan saling mengisi, mengingat sejarah organisasi ini banyak diprakarsai dan dikembangkan ole tokoh-tokoh sufi Nusantara. Namun semakin hari, seriring dengan kemajuan teknik dari setiap tarekat di Indonesia, mulau bermunculan sekte-sekte atau kelompok yang mengatasnamakan dirinya sebagai pengikut "Nahdliyin". Sehingga tidak menutup kemungkinan lahir aliran tarekat yang tidak sedikit menyimpang dari ajaran tarekat yang dianut pada sesepuh Nahdlatul Ulama'.

Sebenarnya, bagaimana konsep dan ajaran tarekat sufi yang dianut oleh mereka itu. Disinilah pentingnya informasi tentang tarekat menurut sangf pendiri Nahdlatul Ulama', yaitu Kyai hasyim Ay'ari. Berikut konsep dan penjelasan tarekat sufi an-nahdliyah yang kita ketahui ketika beliau ditanya sebagai berikut.....

Berapakah syarat menjalankan tariqat?

Syarahnya ada 8 menurut keterangan al Futukhat :

  1. kehendak yang betul (ialah bahwa melaksanakannya dengan niat yang baik, yaitu melakukan sifat ubudiah (menghambakan diri kepada Allah dan mendatangi sifat hak rububiah (sifat kerububiah Tuhan), bukan karena mendapatkan keramat ataupun kedudukan ataupun mencari barang-barang kebanggaan seperti: pujian dan sebagainya.
  2. sidqu sorih (kesungguhan yang nyata), artinya si murid harus membenarkan bahwa gurunya mempunyai sirrul khususiah yang akan menyampaikan si murid kepada hadirat Allah.
  3. adab mardhiah (tatasusila yang diridai), setiap murid harus melakukan tatasusila yang dikehendaki syara’, misalnya kepada orang sebawahnya, menghormati orang atasannya dan sesamanya, insaf adil sesuai dengan dirinya sendiri, menolong bukan karena keperlun dirinya.
  4. ahwalun zakiatun (tingkah laku yang terpuji), yaitu agar mereka yang masuk tariqat tingkah lakunya, ucapannya sesuai dengan syariat Nabi.
  5. hifdlul hurmati (mendjaga kemuliaan) yaitu agar menghormati gurunya di muka atau di balik pembelakangannya, hidup ataupun mati. Menghormati rekan-rekan Islam, menguatkan penderitaan kawan seagama, menyabarkan kebodohan sesama.
  6. Khusnul khidmah (kebaikan bantuan) kepada gurunya dan sesamanya serta Allah dengan menjalankan segala perintahnya dan menjauhi segala larangan-Nya, dan yang terakhir inilah intinya, inti ketika orang menjalani toriqat.
  7. Rof’ul himmah (meluhurkan kehendak) bahwa hendaklah dengan niat mendapatkan ma’rifat khassah dari Allah, bukan karena dunia ataupun akhirat.
  8. nufuzul azimah (melestarikan azam), yaitu hendaklah ia mendawamkan kehendaknya dalam tariqat, dan pada setiap tindakannya hendaklah ia bertekun hingga berhasil.

Apa maksud mengambil tariqat?

menjalani tariqat dengan tujuan menjalankan tata susila, keterangan dari kitab Mabakhith Asliah: “Adapun tujuan dari toriqat ialah tingkah laku baik dalam setiap amaliah kita, lahir maupun batin. Tingkah laku lahir batinlah merupakan inti faham tariqat". Karenanya barang siapa tidak memiliki tingkah laku lahir batin bukanlah orang yang mempunyai tariqat.

Berkata Abu Hasan Syazali r.a: “Empat tingkah laku yang harus ada pada seorang yang mengaku melakukan tariqat. Tanpa itu walau banyak memiliki ilmu bukanlah masuk golongan itu.

  1. menjauhi penganiaya, seperti pegawai yang jahat, si kaya yang lalim terhadap sesamanya.
  2. memulyakan orang ahli akhirat.
  3. menolong orang yang dalam kesempitan.
  4. menetapi solat lima waktu berjamaah.

Dengan demikian siapapun yang tidak menetapi keempat ketentuan bukanlah termasuk golongan tariqat, samakanlah dia dengan debu yang tak berguna.

Keempat laku yang lain adalah:

  1. kasih kepada sebawahnya.
  2. menghormat kepada atasannya.
  3. meninggalkan pertolongan karena dirinya (menolong dengan ikhlas) dan
  4. keinsafan adil, sesuai dengan dirinya sendiri

Berkata Imam Muhyiddin Ibnul Arabi r.a: “Tingkah laku itu ada empat, barang siapa mengumpulkannya, adalah padanya segala kebagusan. Yaitu:

  1. ta’dhim hurumatilmuslimin (memulyakan kemuliaan Muslim),
  2. hidmatul fugoro wal masakin (memelihara fakir miskin).
  3. insofu min nafsihi.
  4. tarku intisori laha (bertindak ikhlas).

Imam Syahrowardi berkata: “Tujuan utama dari tariqat ahli tasawuf ialah membersihkan diri dan hawa nafsu, keinginan lepas dari berbagai sifat: ujub, takabbur, riya’ dan cinta dunia, dan melaksanakan amaliah ruh.

Apa syarat guru tariqat?

Sebagai diterangkan oleh Awariful Ma’arif adalah:

“Hendaklah ia mengetahui pengertian-pengertian syara’, mengamalkannya, menjauhi segala larangan, mengetahui dan mengamalkan tingkah laku tariqat, mengetahui sungguh-sungguh tentang hakikat, ikhlas dalam segala tindakan dan kata-katanya".

Berkata Imam Junaid salah seorang imam tariqat: “Ilmu ini dipagari oleh Qur’an dan Hadith. Barang siapa yang tidak memahami Qur’an dan tidak pernah mengaji Hadith , lagi pula tak pernah duduk mendengarkan si alim, tak boleh orang ini diikuti dalam masalah ini".

Syaikh Ahmad Tayibi dalam Mubahish Ashliyahnya mengomentari sebagai berikut: “Adalah merupakan cela yang sangat bagi yang belum membiasakan diri mengaji, yang tak tahu wudjud hakiki, tak tahu tentang mana yang adam hakiki , tak tahu fiqh, usul fiqh, nahwu, usuluddin. Demikian pula belum memperkuat diri dalam ilmu kebatinan, ilmu nasakh mansukh , dan cara-cara serta prosedure beraudensi dengan guru tariqatnya".

Jelaslah dengan ini barang siapa mengaku dirinya sebagai seorang guru tariqat padahal -belum ada padanya sifat-sifat itu, taklah ada penamaan lain kepadanya kecuali tercela adanya.

Bagaimana syarat berguru?

Menjawab Nataidjul Afkar: “Carilah guru dengan hati, yang padanya ada sifat empat ini, yaitu:

  1. dia mengetahui tentang sifat-sifat wajib atas Allah, sifat mungkin, mukhal. Demikian pula si fat wajib atas rasul, jang mungkin dan mukhal atasnya disertai dalil-dalil akliah sam’iah.
  2. faham guru harus sesuai dengan faham ahli hak yaitu mazhab empat.
  3. dia harus alim tentang segala hukum, rohani dan jasmani, demikian pula tentang gangguan-gangguan halus bagi setiap amaliah.
  4. dia haruslah seorang alim yang amil dalam segala ketentuan syara’, tidaklah melakukan amaliah yang akan merusakkan sifat keadilannya.

Zaman ini baiklah kita masuk suatu tariqat (ataupun sudah cukup dengan Sulam Safinah, Bidayaah dan sebagainya)?

Apabila engkau menjumpai seorang guru yang memenuhi syarat-syarat tersebut diatas, serta mengetahui syarat masuknya seperti pengertiannya tentang usuluddin penjaga i'tikad, fiqh penjaga ibadahnya sebelum masukmu, adalah sebaiknya engkau masuk ke dalam tariqat. Tetapi apabila tidak engkau jumpai guru sebagai tersebut adalah lebih baik mencukupkan diri dengan tariqat Sulam Safinah, Bidayah.

Mabahits Ashliah menyarani sebagai berikut: “Wahai penuntut tariqat salafi, tariqat orang-orang soleh, janganlah engkau ikuti gelombang ahli tariqat jaman sekarang, sebab mereka tiadalah tahu ke arah yang dituju, si guru dan si murid. Para ahli tariqat zaman ini adalah terdiri dari orang-orang jahil, karenanya hati-hatilah terhadapnya, karena fitnah mereka!

Tetapkanlah dirimu pada tariqat yang sekian lama telah engkau tinggalkan tanpa pemeliharaannya”.

Dalam ulasan selanjutnja di Nataijul Afkar berkata Mustafa Al-’arusi: “Adalah merupakan keheranan yang sangat bahwa banyaklah diantara pemberi-pemberi ijazah tariqat yang pada dirinya tak ada sedikitpun ilmu, yang mereka belum bisa wudhu’ serta solat, bahkan taklah ada padanya ilmu tentang wajib dan sunnah. Mereka mengaku sebagai guru dengan memberikan ijazah, ia bahkan adapula yang mengaku sebagai guru-mursjid, padahal agama –elementer pun taklah ada padanya, Inna lillah!

Apakah tanda-tanda orang baik yang berbahagia serta tanda orang jahat yang merugi?

Tanda-tandanya ialah jika ada pada 4 sifat yaitu:

  1. ada iman padanya
  2. amal soleh.
  3. pesan memesan dalam mentaati barang yang hak.
  4. pesan memesan dalam kesabaran, di dalam melakukan ibadah serta mendjauhkan diri dari maksiat.

Sebaliknya barang siapa tidak memili ki keempat sifat itu maka masukkan dia ke dalam golongan yang merugi, baik tak ada sifat-sifat itu untuk sebagian atau seluruhnya. Terkumpulnya keempat sifat itu bukanlah suatu yang gampang, ia bahkan mempunyai sifat amal soleh itu pun sudah cukup memayahkan dan jarang penemunya. Apabila mau sedikit kita mempergunakan otak, akan terlihatnja betapa banyaklah orang merasa berbuat ketaatan padahal dia terjerumus dalam ma’siat. Banyak yang merasa menghadapkan diri kepada al Kholiq padahal mereka adalah pengejek nomor wahid. Banyak pula yang bersangka ikhlas tapi nyatanya sebagai jagoan riak, ada pula yang berkeyakinan mendapat hidayat, tetapi sebaliknya. Diharapkannya ketajaman pancai ndera tetapi yang diperolehnya kegelapan hati. Semua itu mencelakakan kita, padahal kita mengharapkan sebaliknya, begitu segala amaliah kita yang tertolak. Itu semua tidaklah masuk kategori amal soleh.

Karenanya adalah merupakan harapan serta doa penulis agar kawan-kawan seagama dan seiman tidak pemah melupakan cetusan yang abadi hadith Nabi yang berbunyi: “Innamal a’mal binniat wa innama likulli imriin ma nawa”.

Berkata Ibnu Ruslan: “Ikhlaskan amal anda sebelum amal, paralelkan niat anda pada awal segala”.

Abdi Manaf Murtadlo, 14-9-40
(dialihbahasakan ke Ejaan Yang Tak Disempurnakan oleh: CHAFID IBNUZUHDY)
Diterbitkan pada Majalah "PANDJI MASYJARAKAT" (Edisi 16 1-2-60) hal 13-17. (Th II/II 77-81)
-versi EYD - Muahamad Abdullah Amir

« Sebelumnya
Prev Post
Selanjutnya »
Next Post

Artikel Terkait