Kamis, 22 Mei 2025

Dzikir Ism Dzat (Allah) Tarekat Naqshabandiyah

Dzikir meruapakan bagian terpenting dari aktifitas bertarekat. Dzikir yang dikembangkan oleh setiap Madzhab tarekat tidak sama. Ketidaksamaan ini terletak pada langkah dan teknik yang dijalankan dan disiplinkan oleh para Guru/Mursyid kepada murid-muridnya.

Tata cara berdzikir yang disiplinkan pada Mursyid sesuai madzab tarekat yang dianut memiliki karakter dan ritual yang harus dijadikan rutinitas. Namun, sebelum menjalankan cara-cara berdzikir, maka hal yang paling pertama oleh seorang salik adalah ia telah berbaiat tarekat kepada seorang Syeikh atau Mursyid dari seorang Guru yang jujur dan benar telah mendapatkan pengakuan dari sanad tarekat yang dianut, atau dari orang yang telah diberi kuasa, taupun wakil dari sang Mursyid yang telah mendapatkan restu (izin) dari Sang Mursyid. setelah itu sang Guru akan mengajarkan beberapa teknis dzikir dari tarekat yang diambil sesuai bimbingan dari sang Guru.

Berikut tata cara berdzikir "Ism Dzat", lafdzul Jalalah (Allah) dalam tarekat Naqshabandiyah Khalidiyah:

Dalil formal atau syar'i dari dzikir "izm dzat (Allah)" ini didasarkan pada sebuah firman Allah ta'ala:

قُلِ اللَّهُ ۖ ثُمَّ ذَرْهُمْ فِي خَوْضِهِمْ يَلْعَبُونَ

Katakanlah: "Allah-lah (yang menurunkannya)", kemudian (sesudah kamu menyampaikan Al Quran kepada mereka), biarkanlah mereka bermain-main dalam kesesatannya.(QS Al-An'am : 91)

Dan tersebut dalam sebuah sabda Nabi Muhaamad saw:

لا تقومُ السَّاعةُ حتَّى لا يُقالَ في الأرضِ اللهُ اللهُ

“Hari Kiamat itu Tidak akan terjadi hingga di bumi tidak ada lagi yang mengucapkan (melafadzkan) Allah Allah” (HR Muslim)

Terkait dengan teknis berdzikir ism dzat, Syaikhuna wa Imamuna Sayiduna Muhamad Amin Al-Kurdi qs, memberikan penjelasan sebagai berikut:

  1. BERSUCI, artinya seorang muridz harus berwudlu' terlebih dahulu, karena Rasulullah saw telah menyabdakan, bahwasanya: الوُضوءِ يُكفِّرُ الذُّنوبَ (Berwudlu' itu dapat menghapus dosa-dosa)
  2. Shalat 2 rokaat.
  3. Menghadap kiblat di sebuah tempat yang sepi (dari keramaian), karena Rasulullah sendiri telah menyabdakan, bahwasanya خير المجالس ما استقبل به القبلة(Sebaik-baik majelis adalah yang menghadap kiblat.)
  4. Duduk tawaruk (yaitu, dengan meletakkan pinggul di lantai dengan mengeluarkan telapak kaki yang kiri melalui bawah tulang kering kaki kanan, sambil menegakkan telapak kaki yang kanan) kebalikan dari duduk tawaruk dalam shalat. Karena, pernah dikisahkan, bahwa para sahabat pernah duduk ketika bersama Nabi Muhamad saw dalam posisi seperti ini, sebab duduk ini tergolong paling mendekati sikap awadlu' dan paling bisa menundukkan indera dan basan.
  1. Membaca istighfar, yaitu meminta ampunan kepada Allah ta'ala dari segala dosa dan kejahatan, dengan merenungkan serta menghayati keburukan diri di hadapan Allah ta'ala secara total diiringi dengan perhatian penuh bahwa Allah ta'ala senantiasa melihatnya dan terus mengawasi setiap peilakunya; menghadirkan keagungan dan kemuliaan-Nya, adzab dan siksa-Nya yang pedih setelah melepaskan diri dari semua pikiran duniawi. Maka, saat itu ia akan merasa malu di hadapan Allah ta'ala, merasa perlu meminta ampunan-Nya; karena ia tahu bahwa Allah ta'ala adalah Dzat Maha Mulia dan Mengampuni dosa-dosa, seraya ia mengucap dengan lisannya: "Astaghfiru Allah" sambil menghayati maknanya di dalam hati, sebanyak 5x (lima kali), 15x (lima belas kali), atau 25x (dua puluh lima kali). Dan istigfar adalah terbaik, karena rasulullah saw telah bersabda:

    «مَنْ لَزِمَ الِاسْتِغْفَارَ، جَعَلَ اللَّهُ لَهُ مِنْ كُلِّ ضِيقٍ مَخْرَجًا، وَمِنْ كُلِّ هَمٍّ فَرَجًا، وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ»

    Barang siapa memperbanyak istighfar; niscaya Alloh memberikan jalan keluar bagi setiap kesedihannya, kelapangan untuk setiap kesempitannya dan rizki dari arah yang tidak disangka-sangka”. (HR. Ahmad)

  2. Membaca surat AL-Fatihah 1x (sekali), surat Al-Ikhlas 3x (tiga kali) dan pahalanya dihadiahkan kepada ruh sayidina Muhamad saw dan arwah para masyayih dan guru Tarekat Naqshabandiyah
  3. Memejamkan kedua mata, merapatkan bibir atas dan bawah, sedangkan lidah dilekatkan pada dinding rongga tenggorokan untuk menyempurnakan kekhusyu'an dan menghalangi bersitan dan kerentek hati yang masuk melalui pandangan mata.
  4. Rabitah al-Qubur
  5. Rabitah al-Mursyid. Karena, setiap muslim tidak akan lepas dari barokah. Syeikh atau Mursyid adalah perantara (washilah) bagi seorang murid agar bisa terhubung (terkoneksi) denga Sayidina Rasulullah saw dan para Masyayih Tarekat Naqshabandiyah.
  6. Mengumpulka segala daya dan mengerahkan seluruh indera fisiknya, memutus semua kesibukan dan bersitan hati; mengarahkan (tawajuh) seluruh kesadarannya kepada Allah ta'ala semata, sambil mengucap dengan lisannya: إلهي أنت مقصودي ورضاك مطلوبي (Ya Tuhanku hanya Engkaulah yang kumaksud dan hanya keridhoan-Mu lah yang kucari) sebanyak 3x (tiga kali). Lalu, memulai berdzikir dengan ism Dzat (Allah) di hatinya; mengalirkan lafadz jalalah ini di dalam hati sambil terus menghayati maknanya, yaitu bahwa "Allah itu tidak ada yang menyerupai-Nya"; Allah ta'ala selalu hadir, melihat dan mengawasinya, seperti sabda Nabi saw dalam penafsiran kata "al-Ikhsan"
    أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ، فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ

    “(Ihsan adalah) engkau menyembah Allah seakan engkau melihat-Nya, bila engkau tak melihat-Nya maka sesungguhnya Allah melihatmu.” (HR Muslim)
    Dalam sabda Nabi saw yang lain:
    أَفْضَلُ الإِيمَانِ أَنْ تَعْلَمَ أَنَّ اللهَ مَعَكَ حَيْثُمَا كُنْتَ

    Iman yang paling utama adalah kamu mengetahui bahwa Allah bersamamu di mana saja kamu berada.
  7. Menunggu sejenak warid dzikir lafadz ism Dzat sebelum membuka kedua matanya

CATATAN :

Seyogyanya, seorang Salik melazimkan dzikir ini sehari semalam selama sejam atau setengah jam, melanggengkan dzikir ini sesuai kemampunya. Mayoritas para Guru dan Syeikh berpendapat tidak ada batasan bilangan dzikir tatkala seorang Salik melakukannya. Namun dia harus berusaha secara serius dan gigih melakukannya sengan semaksimal kemampuana dan dayanya, menambah teguk dzikir yang khusus untuk dirinya sampai ia menanjak setapak demi setapak, dari satu latifah ke latifah lain diatasnya sehingga dzikir ini menjadi bawaan (karakter) dalam pada setiap pandangan dan nafas, sebanyak bilangan yang diliputi oleh ilmu Allah ta'ala. Saya mendengar sebagian tokoh sufi besar bahwa bilangan nafas manusia dalam sehari semalam mencapai 1.025 (seribu dua puluh lima) tarikan nafas. Wallahu a'lam.

« Sebelumnya
Prev Post
Selanjutnya »
Next Post

Artikel Terkait