Tujuan utama kaum sufi bertasawuf adalah berupaya keras dengan gigih mencapai ridha Allah ta'ala dengan cara tidak melakukan perbuatan menyekutukan Allah dalam segala hal, baik dalam beribadah, berkeyakinan ataupun bermuamalah
Sebagai seorang murid Naqshabandi, upaya bertauhid yang benar adalah sebuah keniscayaan dan kepatutan jika ingin sukses dalam proses menelusuri jalan tasawuf. Syeikh Muhamed Najmuddin Amin Kurdi, ingin memberitahukan kepada kita bagaimana bertarekat sesuai ajaran naqshabandi adalh dengan memperkuat keyakinan dan qidah ketauhidan secara murni dan sesuai dengan ajaran Nabi Tercinta, Muhammad SAW.
Dan Beliau mengatakan:
Jalan Sufi yang benar adalah cara mudah bagi seorang murid yang tulus sampai ia dapat mencapai tingkat tauhid, karena jalan Sufi yang benar didasarkan pada keyakinan Ahlus Sunnah wal-Jama'ah dan aturan hukum yang meupakan hasil ijtihad dan kreatifitas mereka dalam memahami ayat-ayat Allah dan Sunnah Nabi-Nya. Dan karena tasawuf dalam agama yang benar ini adalah aplikasi praktis atau sebuah penerapan riil bagi maqam ikhsan dibandingkan maqam iman yang merupakan aqidah atau keyakinan seorang sufi dan maqam Islam yang merupakan implemetasi dari ajaran Syariah. Sesuai dengan teks hadist yang SAW yang sangat masyhur, yaitu :
Dari Abu Hurairah berkata; bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pada suatu hari muncul kepada para sahabat, lalu datang Malaikat Jibril 'Alaihis Salam yang kemudian bertanya: "Apakah iman itu?" Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: "Iman adalah kamu beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, pertemuan dengan-Nya, Rasul-Rasul-Nya, dan kamu beriman kepada hari berbangkit". (Jibril 'Alaihis salam) berkata: "Apakah Islam itu?" Jawab Nabi shallallahu 'alaihi wasallam: "Islam adalah kamu menyembah Allah dan tidak menyekutukannya dengan suatu apapun, kamu dirikan shalat, kamu tunaikan zakat yang diwajibkan, dan berpuasa di bulan Ramadlan". (Jibril 'Alaihis salam) berkata: "Apakah ihsan itu?" Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: "Kamu menyembah Allah seolah-olah melihat-Nya dan bila kamu tidak melihat-Nya sesungguhnya Dia melihatmu". (Jibril 'Alaihis salam) berkata lagi: "Kapan terjadinya hari kiamat?" Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: "Yang ditanya tentang itu tidak lebih tahu dari yang bertanya. Tapi aku akan terangkan tanda-tandanya; (yaitu); jika seorang budak telah melahirkan tuannya, jika para penggembala unta yang berkulit hitam berlomba-lomba membangun gedung-gedung selama lima masa, yang tidak diketahui lamanya kecuali oleh Allah". Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wasallam membaca: "Sesungguhnya hanya pada Allah pengetahuan tentang hari kiamat" (QS. Luqman: 34). Setelah itu Jibril 'Alaihis salam pergi, kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkata; "hadapkan dia ke sini." Tetapi para sahabat tidak melihat sesuatupun, maka Nabi bersabda; "Dia adalah Malaikat Jibril datang kepada manusia untuk mengajarkan agama mereka.
Dalam hadits diatas, terdapat tiga maqam (tingkatan), yaitu: Maqam IMAN, yang merupakan sebuah keyakinan atau kepecayaan mutlak,maqam ISLAM, yang merupakan hokum-hukum syariat, lalu maqam IKHSAN, yaitu perilaku bertasawuf. Tasawuf dalam terminology Al-Quran disebuat at-Tazkiyah (penyucian atau pemurnia diri, sedangkan bagi kaum mutakhirin yang hidup di zaman sekarang dikenal dengan sebutan fiqhul batin, yaitu tata cara mempelajari dan memahami ilmu batin manusia.
Bagi kaum sufi, TAUHID adalah keyakinannya Ahlusunah Wal Jamaah, islamnya Ahlusunah Wal Jamaah dan ikhsannya Ahlusunah Wal Jamaah
Oleh karena itu, untuk mencapai tingkatan tauhid, seorang sufi harus berpegang teguh dengan mengambil cara "suluk tariqah" guna mewujudkan maqam ikhsan ini, dengan terlebih dahulu melewati dua maqam yang lain, yaitu Iman dan Islam, yang merupakan ajaran Syariah. Iman yang dimaksud adalah keyakinan kelompok Ahl al-Sunnah wal-Jama'ah yang diprakarsai Imam Abul Hasan Al-Asy'ari dan Imam AL-Maturidi, sedangkan Islam disini adalah konsep syariat hukum Ahl al-Sunnah wal-Jama'ah, pengikut dari empat imam, yaitu Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi'i dan Imam Ahmed bin Hanbal
Kita mulai dengan aqidah, karena siapa pun yang tidak mengetahui aqidah keimanan, maka segala ibadahnya tidak akan bermanfaat baginya, dan menjalankan peribadatan (ibadah) jika tidak disertai keimanan yang benar, maka peribadatannya tidak akan diterima Allah ta’ala, dan apa pun yang berasal dari hukum Syariah dan ketentuan-ketentuannya, maka ia harus memiliki dasar keyakinan (aqidah) yang benar.
Terkait dengan pemahaman hadist dari Abu Hurairah ra yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Imam Muslim diatas, akan dijelaskan pada kesempatan lain. Lebih detailnya silahkan klik dibawah ini >>